Maros adalah salah satu kabuten yang terletak di Sulawesi Selatan. Dengan potensi yang cukup besar Maros memiliki beragam etnis,budaya,dan suku bangsa. Suku Bugis Makassar , salah satu suku yang mendominasi di kabupaten Maros. Selain etnis dan budaya serta suku bangsa , Maros mkemiliki berbagai objek wisata seperti : Leang-leang dan Bantimurung.
Bantimurung adalah objek wisata air terjun dan sekaligus tempat penangkaran berbagai macam spesies kupu-kupu mulai dari kupu-kupu local sampai dengan kupu-kupu yang di ambil dari berbagai Negara untuk di ternakan di sini.
Kalu Bampa (dalam bahasa Indonesia di sebut dengan kupu-kupu ) itulah julukan untuk Maros.Dibalik kekayaan sumber Daya Alam Seta Sumber Daya manusia yang tinggi masih banyak masyarakat di kabupaten Maros yang hidup melarat dan menjadi pengemis di karenakan oleh tipu muslihat politik yang berujung pada KKN ( Korupsi,kolusi dan Nepotisme ).
Keterpurukan dari kemiskinan tidak dapat dipungkiri lagi. Lika-liku kehidupan yang yang tidak ada habisnya , serta cobaan yang tiada hentinya menimpa masyarakat itulah yang di rasakan seorang anak laki-laki yang tinggal di sebuah desa kecil .
Udin itulah panggilannya , cacimaki serta cemohan tidak henti-hentinya terlontar dari mulut orang-orang dikarenakan udin hanya seorang anak petani . Ibu dan ayahnya tidak pernah mendapatkan pekerjaan tetap , beginilah kehidupan seseorang yang terlahir dari keluarga yang miskin.
Setiap hari , ayah dan ibunya beranjak dari rumah sebelum sang buah hatinya terbangun dari kembang tidurnya. Sungguh malang nasib mereka .Mereka menuju ke sawah dengan berlengkapkan topi serta cangkul mereka lalu turun ke tanah berlumpur di sawah.
Karena ayah tidak memeiliki uang untuk membeli sebuah mesin traktor jadi ayah hanya menggarap sawah dengan cara tradisional yakni : dengan menggunakan cangkul. Setiap hari ayah dan ibu berkecambuk dengan lumpur di sawah orang . Tak kenal panas , tak kenal hujan dengan tujuan mendaptkan upah untuk membeli sesuap nasi untuk keluarganya dan ketiga anaknya , Zahra, Amir dan Udin.
Di balik semua itu Tuhan masih memberi mereka kelimpahan dan rezeky yang di berikan Tuhan melalui anaknya Udin. Udin memiliki segudang prestasi yang dapat membantu perekonomian keluarganya oleh karena itu Udin mendapat beasiswa dari sekolahnya untuk membantun melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain dari pada itu Udin juga membuat beberapa alat untuk membantunya ketika sungai Bantimurung tercemar oleh zat-zat kimia dari bebatuan di sepanjang mulut sungai.
Alat ini adalah sebuah alat filtrasi air yang terdiri dari beberapa komponen bebatuan seperti kerikil, pasir , sabut kepala serta ijuk. Ijuk menjadi lapisan paling bawah lalu di atasnya dilapisi pasir halus kemudian sabut kelapa selanjutnya kerikil lalu disusun rapi di dalam sebuah botol air mineral.
Bulan ini adalah bulan Agustus yang bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Setiap umat muslim berhak melaksanakan ibadah puasa. Seperti anak-anak pada umumnya pada saat ibadah shalat Tarwih berlangsung Udin dan teman-temannya , Yaya, Ari dan teman –teman lain bermain di luar Masjid
“Teman-teman yuk kita main petak umpet “. Ajak Yaya.
“Iya yuk kita main”. Jawab teman-temannya.
Tak lama mereka bermain Pak Majid keluar dari Masjid. Pak Majid adalah seorang guru mengaji yang paling di segani oleh anak-anak di desa itu.
“Anak-anak jaman sekarang bukannya shalat malah pergi bermain di luar”.
Pak Majid lalu menjewer Udin dan Yaya yang di katakana sebagai dalang untuk mengajak anak yang lain untuk bermain di luar.
Besok merupakan hari besar bagi ibu dan ayah, karena besok adalah hari panen .Dengan beratapkan dari daun pohon kelapa serta berdindingkan rotan, mereka semua tidur di rumah dengan nyenyak.
Tak terasa sahur telah tiba . suara para peronda telah terdengar dari luar.
“Sahur-sahur Sahur-sahur”. Itulah yang sering mengiang di telinga udin setiap subuhnya.Terlihat ibu telah menyiapkan hidangan sahur di atas tikar. Mereka duduk santai di atas tikar daun pandan tanpa listrik maupun televisi.Bercahayakan lilin dengan cahaya samar-samar yang tidak pasti mereka makan.
“Ibu makanannya kenapa Ikan teri kecil terus, sesekali makan ayam goreng seperti Sinta”. Cetus Zahra.
“Zahra sayang bersyukurlah kepada Tuhan karena kita masih di beri makan oleh Tuhan”. Teguran ibu mengingatkan kita selalu bersyukur setiap saat.
Setelah sahur berakhir Udin kembali tidur tapi Ibu dan Ayahnya tidur . Mereka masih mempersiapkan beberapa keperluan dan dan kebutuhan untuk esok. Matahari mulai memancarkan cahaya kehidupannya Ibu dan Ayahnya telah tiada di rumah mereka telah pergi ke sawah bersama pak Junaedi di sawah,
Sudah kebiasaan masyarakat di desa ini bergotong royong setiap musim panen tiba sang pemilik sawah memanggil masyarakat untuk mengadakan acara syukuran serta bersama-sama memanen padi.beberapa orang menyebarkan berita kepada masyarakat melalui media elektronik , selebaran maupun dari mulut ke mulut .
Terlihat beberapa masyarakat berjalan menuju sawah membawa sabit dan celurit. Sesampai di sawah ibu dan ayah ternyata telah memanen padi . Amir serta udin ikut membantu mereka sedangkan ayah dan ibu memisahkan jerami dan beras. Sebelum shalat Ashar dikumandangkan padi-padi telah selesai dipanen . Acara panen di lanjutkan dengan acara “Appadendang” . Appadendang adalah tradisi leluhur kabupaten Maros yang tidak luput dari acara pada saat panen telah selesai. Appadendang sebuah karya seni dimana gadis-gadis Maros atau “Dara” memakai baju bodo dengan warna-warna yang indah layaknya pelangi. Gadis-gadis tersebut menumbuk padi-padi yang muda ( A’dengka Ase Lolo) di atas lesung kayu disertai alunan “Alu” yang berirama , sehingga menumbuhkan sebuah rasa persaudaraan.
Sementara para pemuda “Daeng” memainkan atraksi “Araga”. Araga merupakan atraksi para Daeng layaknya Cheersleader. Mereka saling bahu-membahu membentuk sebuah formasi Piramida dengan memainkan sepak takraw. Atraksi ini paling banyak mencuri perhatian masyarakat.
Sayup-sayup terdengar suara lagu “Cora Bulang” .Ternyata Udin sedang asyik menyanyikan lagu dari Dian Ekawati .
Hari belum berakhir bagi Udin meskipun acara syukuran ditunda karena sebagian besar masyarakat menjalankan ibadah puasa , jadi acara syukuran diadakan saat buka.Yaya memiliki rencana untuk pergi ke suatu tempat.
“Teman-teman ayo kita ke sungai”.Tanyanya
“Kita mau apa di sungai ?”. Jawab udin .
“Dari pada bosan mending ikut saya”.
Mereka lalu menuju ke sun gai. Secara spontan Yaya lalu membuka bajunya lalu terjun ke sungai nan jernih.Sungai ini digunakan sebagai sarana irigasi sawah-sawah warga.Selain itu sungai ini di gunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air ( PLTA ) . Sanitasi ini juga digunakan sebagai wadah tempat menjalankan aktivitas sehari-hari warga mulai dari mencuci ,mandi, memasak air dan lain sebagainya. Akan tetapi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan mengakibatkan air sungai tercamar dan dapat menyebabkan penyakit diare.
“Ayo semua turun , airnya sejuk”.ajak Yaya.
Mereka mandi di sungai Bantimurung . Layaknya anak-anak mereka berenag di sungai itu. Setelah mandi mereka menuju kembali ke rumah .Sepulang dari itu mereka berencana pergi ke bantimurung akan tetapi karena hari mulai sore rencana itu di tunda. Didepan rumah pak Camat beberapa seniman memainkan kecapi , suling bambu , katto-katto dan gendang. Seniman itu memainkan lagu Pakkarena.
“Ikateri tura teya bau… adattama rioloa sayang..”
“Eaule pakkarenayya ..”
“Pakkarenayya la’biri ri pagaukang”.
Mereka berjoget bersama-sama di bawah nyanyian pakkarena.Suara adzan maghrib telah terdengar mereka segera pergi ke rumah Pak Junaedi untuk bersama-sama warga yang lain menjalankan ibadah shalat magrhib dan buka bersama.Di balik pintu telah terciup aroma masakan yang sangat menggugah selera mengantarkan mereka masuk kedalam rumah pak Junaedi.
Di dalam telah tersuguh rapi beberapa masaka khas nusantara seperti: Songkolo , Konro, ayam bakar dan tak lupa juga sop saudara. Selain itu terdapat juga kue-kue lokal diantaranya taripang, putu cangkir, kacipo, barongko, doko-doko utti dan masih banyak lagi. Doa dipimpin oleh pak Ustadz . Perut Udin tak bisa kompromi lagi rasa lapar terus menghantuinya. Selesai doa , Udin lalu mengambil sepiring nasi dan beberapa lauk pauk.Perut kenyang senanglah hati . Mereka lalu kembali pulang ke rumah.
Malam telah di jemput oleh sang mentari mengganti gulita menjadi pelita . Pagi itu terdengar suara kentongan.
“Tong , tong, tong,”. suara kentongan semakin besar dan semakin cepat pertanda bahwa ada seorang warga yang telah kehilangan atau kecurian . Ayah dan Udin segera beranjak menuju ke rumah pak camat. Terlihat di sana telah berada Pak Zaenab dan Pak Junaedi . Ayah lalu pergi ke sana . Kelihatannya perdebatannya cukup serius.
“saya melihat Pak Baharuddin mencuri ayam Pak Junaedi, saat itu ia sedang bertugas untuk mengunci kandang ayam”. Sangkal Pak Zaenab.
“Saya tidak mencuri Pak, aku hanya mengunci pintu kandang ayam lalu kembali pulang ke rumah saya”.Bela pak Baharuddin.
“Bohong ! saya sendiri yang melihatmu mencuri dengan mata saya”.
“Periksa saja di rumah saya”.
“Bagaimana mau di periksa kalau ayamnya sudah kamu jual !”.
“Demi Tuhan Pak”.
“Sudah , kita tak usah berdebat seperti anak kecil lebih baik kita serahkan kepada pihak yang berwajib”. Solusi pak Camat .
Para warga lalu kembali ke rumah masing-masing. Rencana ke Bantimurung yang sempat tertunda di lanjutkan hari. Untuk menuju ke Bantimurung mereka mengikuti aliran anak sungai Bantimurung. Sungai yang dulunya terlihat sangat jernih sekarang sangat kotor dan bau ini di sebabkan hujan semalam yang sangat deras sehingga sampah dari Bantimurung teraliri ke anak sungai tersebut. Sampah-sampah tersebut mengakibatkan saluran irigasi sawah menjadi tersumbat.
“Sebelum kita pergi lebih baik kita membersihkan sawah ini dulu inikan juga kewajiban kita selain sawah orang lain juga terdapat sawah kita di sini”. Ujar Udin.
Mereka bertiga Ari, Udin dan Yaya membersihkan saluran irigasi sawah. Berawal dari hal kecil yang sepele sampah-sampah yang tersumbat itu dapat menyebabkan terjadinya banjir. Beberapa petani lain melihat mereka membersihkan saluran irigasi , mereka pun ikut membantu. Tak cukup lama mereka membersihkan saluran irigasi itu berkat kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan . Seandainya seluruh warga Indonesia mengerti akan kebersihan lingkungan maka tidak ada lagi penyakit DBD serta kekurangan air bersih. Seperti halnya yang terjadi di Papua.
Setelah membersihkan sampah-sampah mereka melanjutkan ekspedisi mereka ke Bantimurung . Mereka hanya mengikuti anak sungai Bantimurung dan membawa mereka ke Objek wisata alam Bantimurung . Di sepanjang Loket berjajar pedagang kaki lima yang menjajahkan jualannya mulai dari penjual makanan sampai penjual pernak-pernik.
Makanan yang tak boleh lupa di beli di Bantimurung adalah jagung bakarnya sungguh lezat. Beberapa penjual lain menjual beragam aksesoris mulai dari gantungan kunci “Kalu Bampa” sampai aksesoris wanita yakni: gelang , kalung dan masih banyak lagi.
Seperti halnya orang-orang lain Udin dan teman-temannya antre . Ketika di mintai tiket mereka kebingungan.
“Tiketnya mana Andi”. Sahut petugas loket.
Mereka tidak memiliki tiket .Lalu mereka menuju ke sarana tangga seribu.
“Rupanya banyak pengunjung yang bertamasya di Bantimurung”. Tanya Ari kagum melihat panorama Bantimurung yang sungguh asri. Objek wisata air terjun menjadi sudut pandang utama di Bantimurung . Berjejerkan batu-batu cadas di sepanjang aliran sungai namun keamanan sudah terjamin. Sungguh sejuk suasana di Bantimurung . Selain wisata air terjun terdapat juga objek wisata “Gua Mimpi” dan “Gua Hantu”. Meski namanya agak sedikit menyeramkan tetapi objek ini tidak berbahaya sama sekali.
Lembayung senja mulai menghiasi langit . Mereka kembali ke rumah masing-masing.Di rumah Udin terlihat dua orang yang berpostur tinggi besar dan berperaukan sangar yang agak asing di mata Udin. Ibu terlihat sedih .
“Pak Baharuddinnya ada Bu”.
“Iya ,ada apa dengan suami saya”. Jawab ibu penasaran.
“Bisa kami bicara dengan Pak Baharuddin”.
“Memang kalian siapa dan kalian mau apa dengan suami saya”.
“Kami dari kepolisian, untuk membawa Pak Baharuddin ke pengadilan”.
Pak Baharuddin lalu keluar . Dia tidak tahu apa yang terjadi.
“Ada apa ini”. Tanya pak Baharuddin.
“Pak Baharuddin bisa ikut kami ke Pengadilan”.
Pak Baharuddin lalu ikut ke Pengadilan .Karena Udin tidak terima atas keputusan polisi dia dan teman-temannya menyelidiki lebih lanjut kasus dugaan pencurian ayam yang terjadi kemarin. Mereka lalu menuju ke rumah Pak Junaedi sang korban. Mereka menghitung jumlah ayam yang berada di kandang.
“Sebelumnya jumlah ayamnya limapuluh empat kata Pak Junaedi akan tetapi sekarang tinggal empatpuluh empat ekor ayam”. Sahut Udin.
Karena bukti belum kuat mereka lalu bertanya kembali ke Pak Junaedi. Tentang orang terakhir yang berada di kandang ayamnya.
“Setahu saya yang mengunci pintu itu ayah kamu , tapi sebelum itu ada pak Zaenab yang mengecek ulang semua ayam”.
Udin lalu menuju ke rumah Pak Zaenab dan melihat keadaan di rumah Pak Zaenab . Terlihat beberapa ekor ayam potong bertengker di kandang ayam baru Pak Zaenab. Kecurigaan mulai timbul dari perasaan mereka.
Yaya mendekat ke kandang ayam Pak Zaenab menerka-nerka berapa jumlah ayam yang bertengker di dalam kandang ayam .
“Ayo yaya coba hitung berapa ayam yang berada di dalam kandang ayam milik pak zaenab !”. Cetus Udin.
“Iya tunggu sebentar, satu , dua, tiga, empat . . . . Wah ayam-ayamnya berjumlah sepuluh”.
Mereka lalu pulang kembali. Di perjalanan mereka berbincang-bicang tentang kecurigaan mereka .
“Selama ini duagaan kita tidak salah pencurinya adalah Pak Zaenab “.
Pagi telah tiba berita simpang-siur pencurian ayam itu mulai sampai ke seluruh Desa. Udin dan teman-temannya bergegas ke pengadilan untuk menguak kebohongan Pak Zaenab. Sedang di mulai hakim mulai berbicara.
“Saudara Pak Baharuddin apakah benar anda berada di tempat kejadian pada saat ayam itu hilang”.
“Iya, saya berada di sana “
Lama kemudian sidang mulai berada di pokok permasalahannya. Juri menuntut Pak Baharuddin bahwa dialah pelakunya. Udin lalu meminta pembelaan.
“Ayah saya tidak bersalah dia hanya mengunci pintu. Pelakunya itu pak Zaenab”.
“Anak lancang , buktimu mana kalau saya mencuri ayam pak Junad”.
“Buktinya, tiba-tiba pak Zaenab punya kandang ayam dan juga ayamnya berjumlah sepuluh.
Tiba-tiba Pak Junaedi datang dan menjalaskannya.
“Maaf sebelumnya Ayam saya tidak hilang akan tetapi saya lupa bahwa ayam saya telah saya jual”.
Kasus pun terselesaikan Udin meminta maaf kepada pak Zaenab karena telah berprasngka buruk kepada pak Zaenab . Ayah udin pun di bebaskan .
Maros adalah salah satu kabuten yang terletak di Sulawesi Selatan. Dengan potensi yang cukup besar Maros memiliki beragam etnis,budaya,dan suku bangsa. Suku Bugis Makassar , salah satu suku yang mendominasi di kabupaten Maros. Selain etnis dan budaya serta suku bangsa , Maros mkemiliki berbagai objek wisata seperti : Leang-leang dan Bantimurung.
Bantimurung adalah objek wisata air terjun dan sekaligus tempat penangkaran berbagai macam spesies kupu-kupu mulai dari kupu-kupu local sampai dengan kupu-kupu yang di ambil dari berbagai Negara untuk di ternakan di sini.
Kalu Bampa (dalam bahasa Indonesia di sebut dengan kupu-kupu ) itulah julukan untuk Maros.Dibalik kekayaan sumber Daya Alam Seta Sumber Daya manusia yang tinggi masih banyak masyarakat di kabupaten Maros yang hidup melarat dan menjadi pengemis di karenakan oleh tipu muslihat politik yang berujung pada KKN ( Korupsi,kolusi dan Nepotisme ).
Keterpurukan dari kemiskinan tidak dapat dipungkiri lagi. Lika-liku kehidupan yang yang tidak ada habisnya , serta cobaan yang tiada hentinya menimpa masyarakat itulah yang di rasakan seorang anak laki-laki yang tinggal di sebuah desa kecil .
Udin itulah panggilannya , cacimaki serta cemohan tidak henti-hentinya terlontar dari mulut orang-orang dikarenakan udin hanya seorang anak petani . Ibu dan ayahnya tidak pernah mendapatkan pekerjaan tetap , beginilah kehidupan seseorang yang terlahir dari keluarga yang miskin.
Setiap hari , ayah dan ibunya beranjak dari rumah sebelum sang buah hatinya terbangun dari kembang tidurnya. Sungguh malang nasib mereka .Mereka menuju ke sawah dengan berlengkapkan topi serta cangkul mereka lalu turun ke tanah berlumpur di sawah.
Karena ayah tidak memeiliki uang untuk membeli sebuah mesin traktor jadi ayah hanya menggarap sawah dengan cara tradisional yakni : dengan menggunakan cangkul. Setiap hari ayah dan ibu berkecambuk dengan lumpur di sawah orang . Tak kenal panas , tak kenal hujan dengan tujuan mendaptkan upah untuk membeli sesuap nasi untuk keluarganya dan ketiga anaknya , Zahra, Amir dan Udin.
Di balik semua itu Tuhan masih memberi mereka kelimpahan dan rezeky yang di berikan Tuhan melalui anaknya Udin. Udin memiliki segudang prestasi yang dapat membantu perekonomian keluarganya oleh karena itu Udin mendapat beasiswa dari sekolahnya untuk membantun melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain dari pada itu Udin juga membuat beberapa alat untuk membantunya ketika sungai Bantimurung tercemar oleh zat-zat kimia dari bebatuan di sepanjang mulut sungai.
Alat ini adalah sebuah alat filtrasi air yang terdiri dari beberapa komponen bebatuan seperti kerikil, pasir , sabut kepala serta ijuk. Ijuk menjadi lapisan paling bawah lalu di atasnya dilapisi pasir halus kemudian sabut kelapa selanjutnya kerikil lalu disusun rapi di dalam sebuah botol air mineral.
Bulan ini adalah bulan Agustus yang bertepatan dengan Bulan Ramadhan. Setiap umat muslim berhak melaksanakan ibadah puasa. Seperti anak-anak pada umumnya pada saat ibadah shalat Tarwih berlangsung Udin dan teman-temannya , Yaya, Ari dan teman –teman lain bermain di luar Masjid
“Teman-teman yuk kita main petak umpet “. Ajak Yaya.
“Iya yuk kita main”. Jawab teman-temannya.
Tak lama mereka bermain Pak Majid keluar dari Masjid. Pak Majid adalah seorang guru mengaji yang paling di segani oleh anak-anak di desa itu.
“Anak-anak jaman sekarang bukannya shalat malah pergi bermain di luar”.
Pak Majid lalu menjewer Udin dan Yaya yang di katakana sebagai dalang untuk mengajak anak yang lain untuk bermain di luar.
Besok merupakan hari besar bagi ibu dan ayah, karena besok adalah hari panen .Dengan beratapkan dari daun pohon kelapa serta berdindingkan rotan, mereka semua tidur di rumah dengan nyenyak.
Tak terasa sahur telah tiba . suara para peronda telah terdengar dari luar.
“Sahur-sahur Sahur-sahur”. Itulah yang sering mengiang di telinga udin setiap subuhnya.Terlihat ibu telah menyiapkan hidangan sahur di atas tikar. Mereka duduk santai di atas tikar daun pandan tanpa listrik maupun televisi.Bercahayakan lilin dengan cahaya samar-samar yang tidak pasti mereka makan.
“Ibu makanannya kenapa Ikan teri kecil terus, sesekali makan ayam goreng seperti Sinta”. Cetus Zahra.
“Zahra sayang bersyukurlah kepada Tuhan karena kita masih di beri makan oleh Tuhan”. Teguran ibu mengingatkan kita selalu bersyukur setiap saat.
Setelah sahur berakhir Udin kembali tidur tapi Ibu dan Ayahnya tidur . Mereka masih mempersiapkan beberapa keperluan dan dan kebutuhan untuk esok. Matahari mulai memancarkan cahaya kehidupannya Ibu dan Ayahnya telah tiada di rumah mereka telah pergi ke sawah bersama pak Junaedi di sawah,
Sudah kebiasaan masyarakat di desa ini bergotong royong setiap musim panen tiba sang pemilik sawah memanggil masyarakat untuk mengadakan acara syukuran serta bersama-sama memanen padi.beberapa orang menyebarkan berita kepada masyarakat melalui media elektronik , selebaran maupun dari mulut ke mulut .
Terlihat beberapa masyarakat berjalan menuju sawah membawa sabit dan celurit. Sesampai di sawah ibu dan ayah ternyata telah memanen padi . Amir serta udin ikut membantu mereka sedangkan ayah dan ibu memisahkan jerami dan beras. Sebelum shalat Ashar dikumandangkan padi-padi telah selesai dipanen . Acara panen di lanjutkan dengan acara “Appadendang” . Appadendang adalah tradisi leluhur kabupaten Maros yang tidak luput dari acara pada saat panen telah selesai. Appadendang sebuah karya seni dimana gadis-gadis Maros atau “Dara” memakai baju bodo dengan warna-warna yang indah layaknya pelangi. Gadis-gadis tersebut menumbuk padi-padi yang muda ( A’dengka Ase Lolo) di atas lesung kayu disertai alunan “Alu” yang berirama , sehingga menumbuhkan sebuah rasa persaudaraan.
Sementara para pemuda “Daeng” memainkan atraksi “Araga”. Araga merupakan atraksi para Daeng layaknya Cheersleader. Mereka saling bahu-membahu membentuk sebuah formasi Piramida dengan memainkan sepak takraw. Atraksi ini paling banyak mencuri perhatian masyarakat.
Sayup-sayup terdengar suara lagu “Cora Bulang” .Ternyata Udin sedang asyik menyanyikan lagu dari Dian Ekawati .
Hari belum berakhir bagi Udin meskipun acara syukuran ditunda karena sebagian besar masyarakat menjalankan ibadah puasa , jadi acara syukuran diadakan saat buka.Yaya memiliki rencana untuk pergi ke suatu tempat.
“Teman-teman ayo kita ke sungai”.Tanyanya
“Kita mau apa di sungai ?”. Jawab udin .
“Dari pada bosan mending ikut saya”.
Mereka lalu menuju ke sun gai. Secara spontan Yaya lalu membuka bajunya lalu terjun ke sungai nan jernih.Sungai ini digunakan sebagai sarana irigasi sawah-sawah warga.Selain itu sungai ini di gunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air ( PLTA ) . Sanitasi ini juga digunakan sebagai wadah tempat menjalankan aktivitas sehari-hari warga mulai dari mencuci ,mandi, memasak air dan lain sebagainya. Akan tetapi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan mengakibatkan air sungai tercamar dan dapat menyebabkan penyakit diare.
“Ayo semua turun , airnya sejuk”.ajak Yaya.
Mereka mandi di sungai Bantimurung . Layaknya anak-anak mereka berenag di sungai itu. Setelah mandi mereka menuju kembali ke rumah .Sepulang dari itu mereka berencana pergi ke bantimurung akan tetapi karena hari mulai sore rencana itu di tunda. Didepan rumah pak Camat beberapa seniman memainkan kecapi , suling bambu , katto-katto dan gendang. Seniman itu memainkan lagu Pakkarena.
“Ikateri tura teya bau… adattama rioloa sayang..”
“Eaule pakkarenayya ..”
“Pakkarenayya la’biri ri pagaukang”.
Mereka berjoget bersama-sama di bawah nyanyian pakkarena.Suara adzan maghrib telah terdengar mereka segera pergi ke rumah Pak Junaedi untuk bersama-sama warga yang lain menjalankan ibadah shalat magrhib dan buka bersama.Di balik pintu telah terciup aroma masakan yang sangat menggugah selera mengantarkan mereka masuk kedalam rumah pak Junaedi.
Di dalam telah tersuguh rapi beberapa masaka khas nusantara seperti: Songkolo , Konro, ayam bakar dan tak lupa juga sop saudara. Selain itu terdapat juga kue-kue lokal diantaranya taripang, putu cangkir, kacipo, barongko, doko-doko utti dan masih banyak lagi. Doa dipimpin oleh pak Ustadz . Perut Udin tak bisa kompromi lagi rasa lapar terus menghantuinya. Selesai doa , Udin lalu mengambil sepiring nasi dan beberapa lauk pauk.Perut kenyang senanglah hati . Mereka lalu kembali pulang ke rumah.
Malam telah di jemput oleh sang mentari mengganti gulita menjadi pelita . Pagi itu terdengar suara kentongan.
“Tong , tong, tong,”. suara kentongan semakin besar dan semakin cepat pertanda bahwa ada seorang warga yang telah kehilangan atau kecurian . Ayah dan Udin segera beranjak menuju ke rumah pak camat. Terlihat di sana telah berada Pak Zaenab dan Pak Junaedi . Ayah lalu pergi ke sana . Kelihatannya perdebatannya cukup serius.
“saya melihat Pak Baharuddin mencuri ayam Pak Junaedi, saat itu ia sedang bertugas untuk mengunci kandang ayam”. Sangkal Pak Zaenab.
“Saya tidak mencuri Pak, aku hanya mengunci pintu kandang ayam lalu kembali pulang ke rumah saya”.Bela pak Baharuddin.
“Bohong ! saya sendiri yang melihatmu mencuri dengan mata saya”.
“Periksa saja di rumah saya”.
“Bagaimana mau di periksa kalau ayamnya sudah kamu jual !”.
“Demi Tuhan Pak”.
“Sudah , kita tak usah berdebat seperti anak kecil lebih baik kita serahkan kepada pihak yang berwajib”. Solusi pak Camat .
Para warga lalu kembali ke rumah masing-masing. Rencana ke Bantimurung yang sempat tertunda di lanjutkan hari. Untuk menuju ke Bantimurung mereka mengikuti aliran anak sungai Bantimurung. Sungai yang dulunya terlihat sangat jernih sekarang sangat kotor dan bau ini di sebabkan hujan semalam yang sangat deras sehingga sampah dari Bantimurung teraliri ke anak sungai tersebut. Sampah-sampah tersebut mengakibatkan saluran irigasi sawah menjadi tersumbat.
“Sebelum kita pergi lebih baik kita membersihkan sawah ini dulu inikan juga kewajiban kita selain sawah orang lain juga terdapat sawah kita di sini”. Ujar Udin.
Mereka bertiga Ari, Udin dan Yaya membersihkan saluran irigasi sawah. Berawal dari hal kecil yang sepele sampah-sampah yang tersumbat itu dapat menyebabkan terjadinya banjir. Beberapa petani lain melihat mereka membersihkan saluran irigasi , mereka pun ikut membantu. Tak cukup lama mereka membersihkan saluran irigasi itu berkat kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan . Seandainya seluruh warga Indonesia mengerti akan kebersihan lingkungan maka tidak ada lagi penyakit DBD serta kekurangan air bersih. Seperti halnya yang terjadi di Papua.
Setelah membersihkan sampah-sampah mereka melanjutkan ekspedisi mereka ke Bantimurung . Mereka hanya mengikuti anak sungai Bantimurung dan membawa mereka ke Objek wisata alam Bantimurung . Di sepanjang Loket berjajar pedagang kaki lima yang menjajahkan jualannya mulai dari penjual makanan sampai penjual pernak-pernik.
Makanan yang tak boleh lupa di beli di Bantimurung adalah jagung bakarnya sungguh lezat. Beberapa penjual lain menjual beragam aksesoris mulai dari gantungan kunci “Kalu Bampa” sampai aksesoris wanita yakni: gelang , kalung dan masih banyak lagi.
Seperti halnya orang-orang lain Udin dan teman-temannya antre . Ketika di mintai tiket mereka kebingungan.
“Tiketnya mana Andi”. Sahut petugas loket.
Mereka tidak memiliki tiket .Lalu mereka menuju ke sarana tangga seribu.
“Rupanya banyak pengunjung yang bertamasya di Bantimurung”. Tanya Ari kagum melihat panorama Bantimurung yang sungguh asri. Objek wisata air terjun menjadi sudut pandang utama di Bantimurung . Berjejerkan batu-batu cadas di sepanjang aliran sungai namun keamanan sudah terjamin. Sungguh sejuk suasana di Bantimurung . Selain wisata air terjun terdapat juga objek wisata “Gua Mimpi” dan “Gua Hantu”. Meski namanya agak sedikit menyeramkan tetapi objek ini tidak berbahaya sama sekali.
Lembayung senja mulai menghiasi langit . Mereka kembali ke rumah masing-masing.Di rumah Udin terlihat dua orang yang berpostur tinggi besar dan berperaukan sangar yang agak asing di mata Udin. Ibu terlihat sedih .
“Pak Baharuddinnya ada Bu”.
“Iya ,ada apa dengan suami saya”. Jawab ibu penasaran.
“Bisa kami bicara dengan Pak Baharuddin”.
“Memang kalian siapa dan kalian mau apa dengan suami saya”.
“Kami dari kepolisian, untuk membawa Pak Baharuddin ke pengadilan”.
Pak Baharuddin lalu keluar . Dia tidak tahu apa yang terjadi.
“Ada apa ini”. Tanya pak Baharuddin.
“Pak Baharuddin bisa ikut kami ke Pengadilan”.
Pak Baharuddin lalu ikut ke Pengadilan .Karena Udin tidak terima atas keputusan polisi dia dan teman-temannya menyelidiki lebih lanjut kasus dugaan pencurian ayam yang terjadi kemarin. Mereka lalu menuju ke rumah Pak Junaedi sang korban. Mereka menghitung jumlah ayam yang berada di kandang.
“Sebelumnya jumlah ayamnya limapuluh empat kata Pak Junaedi akan tetapi sekarang tinggal empatpuluh empat ekor ayam”. Sahut Udin.
Karena bukti belum kuat mereka lalu bertanya kembali ke Pak Junaedi. Tentang orang terakhir yang berada di kandang ayamnya.
“Setahu saya yang mengunci pintu itu ayah kamu , tapi sebelum itu ada pak Zaenab yang mengecek ulang semua ayam”.
Udin lalu menuju ke rumah Pak Zaenab dan melihat keadaan di rumah Pak Zaenab . Terlihat beberapa ekor ayam potong bertengker di kandang ayam baru Pak Zaenab. Kecurigaan mulai timbul dari perasaan mereka.
Yaya mendekat ke kandang ayam Pak Zaenab menerka-nerka berapa jumlah ayam yang bertengker di dalam kandang ayam .
“Ayo yaya coba hitung berapa ayam yang berada di dalam kandang ayam milik pak zaenab !”. Cetus Udin.
“Iya tunggu sebentar, satu , dua, tiga, empat . . . . Wah ayam-ayamnya berjumlah sepuluh”.
Mereka lalu pulang kembali. Di perjalanan mereka berbincang-bicang tentang kecurigaan mereka .
“Selama ini duagaan kita tidak salah pencurinya adalah Pak Zaenab “.
Pagi telah tiba berita simpang-siur pencurian ayam itu mulai sampai ke seluruh Desa. Udin dan teman-temannya bergegas ke pengadilan untuk menguak kebohongan Pak Zaenab. Sedang di mulai hakim mulai berbicara.
“Saudara Pak Baharuddin apakah benar anda berada di tempat kejadian pada saat ayam itu hilang”.
“Iya, saya berada di sana “
Lama kemudian sidang mulai berada di pokok permasalahannya. Juri menuntut Pak Baharuddin bahwa dialah pelakunya. Udin lalu meminta pembelaan.
“Ayah saya tidak bersalah dia hanya mengunci pintu. Pelakunya itu pak Zaenab”.
“Anak lancang , buktimu mana kalau saya mencuri ayam pak Junad”.
“Buktinya, tiba-tiba pak Zaenab punya kandang ayam dan juga ayamnya berjumlah sepuluh.
Tiba-tiba Pak Junaedi datang dan menjalaskannya.
“Maaf sebelumnya Ayam saya tidak hilang akan tetapi saya lupa bahwa ayam saya telah saya jual”.
Kasus pun terselesaikan Udin meminta maaf kepada pak Zaenab karena telah berprasngka buruk kepada pak Zaenab . Ayah udin pun di bebaskan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar